18.12.10

sudah pas?

sepertinya saya harus berhenti berpikir bahwa mas jalang adalah orang yang amat terobsesi dengan kesempurnaan. dia membuat saya heran dengan bolak-balik vermak jeans untuk 'membetulkan' celana jeans barunya. saya tidak dapat melihat apa yang kurang ketika dia bilang: 'ini kurang anu, ini kurang ini.. aaahhh..' keesokannya dia kembali ke tukang jahit langganannya. begitu seterusnya dalam beberapa minggu sampai akhirnya dia merasa jeans barunya 'cukup baik' untuk dipakai.

sebelum menulis posting ini saya baru sadar kalau saya memiliki kecenderungan yang sama dengan level yang berbeda. 3 kantong plastik laundry yang berisi pakaian bersih saya keluarkan dan saya kelompokkan. pengelompokkan itu saya bagi berdasarkan jenis pakaian, warna dan motif.

misal: pakaian: kaos dan kemeja. kaos dilipat, kemeja digantung. itu kelompok pertama. sesudahnya kemudian kemeja-kemeja itu kembali saya kelompokkan berdasar motif. ada yang kotak-kotak, garis-garis, polos, bunga-bunga, juga yang bertekstur. setelas melewati kelompok kedua, lagi-lagi saya masukkan kelompok lain. yang polos misalnya, saya gantung berdasar gradasi warna gelap ke terang. biru muda, biru, biru tua, misalnya.

untuk yang digantung, selain kemeja ada sweater, jaket, long-coat dan pakaian lain dengan bahan yang mudah kusut. sedangkan yang dilipat ada kaos-kaos, celana, handuk dan sprei.

tak berbeda dengan penyusunan kaos-kaos. saya melakukan pengelompokkan yang sama. satu kotak lemari saya bagi sebelah kanan dan kiri, yang kiri ada kaos-kaos hitam dan putih, yang kanan kaos-kaos berwarna selain itu. untuk celana, saya membaginya menjadi dua kelompok awal, celana 'rumah' dan celana pergi. walaupun tidak jarang saya memakai celana 'rumah' untuk bepergian. di celana rumah ada celana-celana pendek bermotif bunga atau piyama. untuk celana panjang ada beberapa potong jeans dengan warna hitam, cokelat, biru tua, dan biru muda. lagi-lagi disusun berdasar warna.

saya merasa masih ada yang salah. mengelompokkan pakaian ini saya lakukan hampir selama satu jam. sampai akhirnya saya berdamai dengan 'kekurangan'. tutup lemari.

satu hari kiriman kaos yang dipesan mas jalang datang. sepertinya dia kurang puas. dengan barang yang telah dibelinya, begitu juga saya. 'ih gambarnya jelek bener, sablonannya begini, panjang kaosnya begitu, tapi bahannya enak sih..' dan seterusnya. lucu ketika melihatnya menggunakan kaos kepanjangan itu, kayak abege labil jaman sekarang, ditambah kaki-kaki -yang dibilangnya 'seksi'- dambaan abege itu. some girls envy him. he said that. and i think he's true.

setelah dia memakai kaos itu untuk pertama kali, saya belum melihatnya menggunakan kaos itu lagi sampai sekarang. dia belum menemukan penjahit kaos yang mampu membuatnya lebih 'layak' untuk dipakai.

kita tahu, kesempurnaan itu seringkali hanya membuat susah. tapi entah kenapa kita lebih memilih mengutamakan kesusahan itu untuk mendapatkan suatu kenyamanan. kenyamanan yang abstrak. tak dapat diukur.

lalu, seberapa pentingkah proses demi kenyamanan yang abstrak itu? hah. seringkali kita mengesampingkan proses, proses yang secara tidak sadar kita lakukan untuk mencapai 'kesempurnaan' yang kita inginkan. proses yang jelas-jelas dapat diukur dalam hitungan nilai ataupun waktu. kita melewatkannya.

sambi menulis posting ini saya menatap tiga rak buku dihadapan saya. ada perasaan risih. melihat buku-buku tertumpuk-tumpuk, tidak terkelompok (baik dalam jenis, pengarang ataupun judul), beberapa buku diatas galon, ada juga buku-buku yang berdebu dan lembab. oh. tangan saya mulai gatal untuk mengurus mereka.

pukul berapa ini? 01.15 pagi. haruskah?

No comments:

Post a Comment