29.10.10

selama masih punya waktu.


(pic: taken w/ Canon 400D)

Sadar atau tidak beberapa bulan kebelakang ini saya selalu bermasalah dengan waktu. Sejujurnya, saya adalah tipe orang yang paling tidak ingin membuang-buang waktu untuk tidak melakukan apa-apa. Tapi entah mengapa sekarang saya sering melakukannya. Yang saya sesalkan ialah tentu saja sikap saya yang terus saja mengikuti kemauan hati untuk tidak melakukan apa-apa. Sampai pada suatu ketika, saya buntu dan mati bosan.

Saya menyesalkan diri saya yang tidak produktif hampir setahun kebelakang. Konsentrasi saya terhadap kuliah mungkin memang menjadi yang utama, tapi tidak bisa dikatakan demikian juga, karena sebelumnya banyak juga yang dapat saya lakukan sembari kuliah. Saya mengasihani diri saya sendiri yang kehilangan banyak waktu yang bisa saya gunakan untuk mendapatkan apa yang saya inginkan.

Serius. Ini benar-benar masalah serius. Tahun sudah hampir berganti, Tuhan pun perlahan menyapa saya. ‘Cuy, kamu mau ngapain sekarang? Gerak dong, jangan sampai waktumu habis sia-sia.’, mungkin begitu kata Tuhan.

Setahun yang lalu, pada bulan yang sama, saya sedang sibuk brainstorming ide untuk dua pameran sekaligus. Tapi sekarang, otak saya sekarat. Bersimpuh pada waktu yang berjalan cepat menunggu saya mengejarnya.

Memang sih nilai akademis saya makin cukup baik selama ‘tidak melakukan apapun’ ini. Akan tetapi, itu bukan saya. Saya bukan tipikal akademisi yang handal. Nilai yang saya dapat mungkin saja karena dosen tersebut suka dengan beberapa hal yang saya kerjakan, atau mungkin saja nilai tersebut diberikan karena mereka kasihan pada saya dan ada kemungkinan juga kalau si dosen itu mengenal saya secara pribadi. Penilaian ini tidaklah selalu objektif. Subjektivitas pun memainkan peranannya dalam hal ini.

Saya kehilangan gairah. Gairah yang dulu kerap memuncak, menikmati tiap perjuangan dengan harapan. Now, I’m just nobody without passion.

Sialnya, semangat yang banyak saya miliki dulu itu terkelupas, luntur. Keadaan ini bukanlah yang saya inginkan. Sudah tentu, mana ada orang yang suka untuk tidak melakukan apapun dalam waktu yang lama?

Belakangan teman-teman banyak yang mulai menanyakan kabar saya. ‘kamu kemana saja, tidak pernah kelihatan di acara-acara?’ ‘eh, kamu nggak datang ke pameran ini ya kemarin? Kenapa? Sibuk apa sih sekarang?’ ‘masih sering motret? Masih aktif disana? Atau sekarang sudah gabung sama yang lain?’, dan berjuta pertanyaan lain yang membuat saya akhirnya bercerita disini.

Well, guys, I’m trapped in my comfort zone. ‘Zona Aman’ yang telah saya buat dan tinggali selama beberapa bulan ini. I met some new people with this kind of comfort zone, and unluckily, this comfort zone is such a black hole that sucked. Saya terhisap masuk kedalamnya. Menyelaminya. Dan tenggelam.

Kemarin saya bertemu dengan kawan-kawan lama di sebuah pertunjukan teater kontemporer. Bertemu mereka adalah seperti ditampar menggunakan dua simbal dikedua sisi wajah. ‘Hey, kemana aja? Sibuk terus nih kayanya..’, saya meringis. ‘iya, sibuk.. Sibuk tidak melakukan apa-apa.’

Jawaban saya pada teman-teman itu sama seperti seorang pasien yang hanya tinggal menunggu hari euthanasia.

Kadang saya menjadi cemburu dengan beberapa teman yang punya kesibukan. Sibuk belajar di negri oranglah, sibuk bekerjalah, sibuk membuat inilah, itulah.. terdengar amat menyenangkan. Dan saya? Setidaknya sekarang saya jadi sibuk cemburu pada mereka yang saya cemburui itu.

Ya, mulai sekarang saya akan sering berteriak pada diri saya sendiri. Saya akan mendoakan supaya saya bisa cepat sembuh. Saya akan belajar bagaimana cara keluar dari dalam black hole yang sudah mengurung saya dalam-dalam.

22.10.10

kangen.

ini adalah post pertama sejak kepulangan darurat saya ke Jogja pada awal Agustus lalu. sudah hampir 3 bulan blog ini sepi tanpa racauan saya. niat hati ingin banyak menulis dan mengunggahnya disini, apadaya koneksi mokat. kebiasaan wi-fi dirumah berdampak buruk pada sisi psikologis saya yang menjadi amat malas ke warnet kalau nggak butuh banget. berhubung hari ini wi-fi dirumah aktif kembali, saya amat girang. :p

selama koneksi mokat itu bukannya saya berhenti meracau, saya memang berhenti meracau di blog, akan tetapi saya memiliki sahabat baru, yakni sebuah akun Twitter. ya, pada awalnya saya sangat amat ogah sekali membuat akun Twitter, namun mas jalang berhasil membujuk saya untuk membuat sebuah akun. dia sendiri juga baru mengaktifkan kembali akunnya sejak memiliki haenpun baru, jadilah saya membuat akun untuk 'berteman' dengannya.

sampai sekarang muntahgorgom merupakan sebuah akun yang hanya memiliki 50 followers yang terdiri dari: teman-teman mas jalang, beberapa teman-teman dekat saya, dan beberapa teman KKN, lainnya adalah akun-akun hoax.

memiliki akun Twitter ternyata sangat membantu saya dikala saya ingin meracau tapi nggak ada koneksi yang mumpuni. koneksi yang paling bisa dicapai adalah via haenpun, dan Twitter adalah sebuah media yang sangat cucok dengan itu.

tercatat sampai saya menerbitkan entri ini tweets saya sebanyak 2.420, dimulai dari tanggal berapa ya.. (entar menyusul). sedangkan akun mas jalang tweetsnya sudah mencapai 3.337, pada tanggal yang sama.

pada kenyataannya, sadar atau tidak sadar, menulis dan membaca memang kegiatan yang menyenangkan. ketika kita mengakses Twitter, bisa saja kita tidak sedang butuh untuk meracau apa-apa, tetapi membaca racauan orang lain yang ada di timeline kita bisa menjadi amat menyenangkan, dan bisa jadi kita jadi terpancing untuk ikut meracau karena tweet teman-teman kita.

keterbatasan karakter yang digunakan yakni 140 karakter saja, membuat kita lebih kreatif dalam pengolahan bahasa yang disusun menjadi sebuah kalimat singkat untuk kita sampaikan. singkat, padat, lugas dan menarik. empat unsur inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi saya ketika ingin menulis sesuatu lewat Twitter.

tentu saja hal ini sangat berbeda ketika kita bisa menulis sepanjang dan sesuka-suka kita ketika ada di blog. Twitter membantu saya dalam banyak hal, melalui Twitter saya seringkali menuliskan ide yang tiba-tiba terlintas, kemudian membahasnya secara berlanjut lewat beberapa tweet, hal ini kerap dilakukan untuk pengarsipan ide, supaya suatu hari saya dapat mengembangkan racauan singkat saya di Twitter kedalam tulisan panjang di blog atau kedalam bentuk lain.

penggunaan Twitter bagi saya lebih pada seperti toilet. dia mau-mau saja, terima-terima saja racauan saya mulai dari yang bosok sampe yang super duper bosok banget, dan tentunya hal ini bikin saya lega.

kalau boleh lebay, saya mau bilang kalau Twitter ini adalah sejenis diazepam, valium, atau ritalin, gunakanlah sesuai dosis, bila berlebihan dan digunakan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan impotensi pikiran.

oh iya, beberapa hal yang mengesalkan dari kecanduan Twitter ialah ketika ada orang yang memilih untuk me-reply sms via Twitter, daripada membalasnya langsung via sms, atau ketika kamu terjebak dalam satu situasi dimana kamu hanya berdua tetapi lawan bicaramu satu-satunya malah lebih sibuk berbicara dengan para followersnya. (sakittt tauuu nggaakkk siiieehhhh?!!)