20.12.10

plain



(pic taken w/ Canon 400D)

draw me a face and color me..

mati gaya

sore ini saya mati gaya semati-matinya. diluar hujan sejak siang tadi dan saya belum juga berjumpa dengan mood seminggu ini. Julian Casablanca juga sepertinya sudah bosan menemani saya sepanjang sore.

Tuhan, mbok saya dan mood baik itu diborgol saja lalu kuncinya Kau buanglah, biar kami tidak berpisah satu sama lain, sehingga saya harus bersusah-susah mencarinya seperti sekarang.

saya berharap punya satu peti kayu rapat untuk menyimpan segala hal yang baik, termasuk mood yang baik itu. bukan, bukan berarti aku ingin mengurungnya di kotak kayu pengap dan gelap itu, aku hanya tidak ingin dia pergi terlalu jauh dari saya. sehingga saya dapat menemuinya kapanpun saya mau.



(pic taken w/ Nikon FM mbuh)

iya, kotak seperti itu Tuhan, untuk simpan mood baik dan lainnya.. beli dimana?

moksa


(pic taken w/ canon 400D)

kamu tahu rasanya diatas?

18.12.10

sudah pas?

sepertinya saya harus berhenti berpikir bahwa mas jalang adalah orang yang amat terobsesi dengan kesempurnaan. dia membuat saya heran dengan bolak-balik vermak jeans untuk 'membetulkan' celana jeans barunya. saya tidak dapat melihat apa yang kurang ketika dia bilang: 'ini kurang anu, ini kurang ini.. aaahhh..' keesokannya dia kembali ke tukang jahit langganannya. begitu seterusnya dalam beberapa minggu sampai akhirnya dia merasa jeans barunya 'cukup baik' untuk dipakai.

sebelum menulis posting ini saya baru sadar kalau saya memiliki kecenderungan yang sama dengan level yang berbeda. 3 kantong plastik laundry yang berisi pakaian bersih saya keluarkan dan saya kelompokkan. pengelompokkan itu saya bagi berdasarkan jenis pakaian, warna dan motif.

misal: pakaian: kaos dan kemeja. kaos dilipat, kemeja digantung. itu kelompok pertama. sesudahnya kemudian kemeja-kemeja itu kembali saya kelompokkan berdasar motif. ada yang kotak-kotak, garis-garis, polos, bunga-bunga, juga yang bertekstur. setelas melewati kelompok kedua, lagi-lagi saya masukkan kelompok lain. yang polos misalnya, saya gantung berdasar gradasi warna gelap ke terang. biru muda, biru, biru tua, misalnya.

untuk yang digantung, selain kemeja ada sweater, jaket, long-coat dan pakaian lain dengan bahan yang mudah kusut. sedangkan yang dilipat ada kaos-kaos, celana, handuk dan sprei.

tak berbeda dengan penyusunan kaos-kaos. saya melakukan pengelompokkan yang sama. satu kotak lemari saya bagi sebelah kanan dan kiri, yang kiri ada kaos-kaos hitam dan putih, yang kanan kaos-kaos berwarna selain itu. untuk celana, saya membaginya menjadi dua kelompok awal, celana 'rumah' dan celana pergi. walaupun tidak jarang saya memakai celana 'rumah' untuk bepergian. di celana rumah ada celana-celana pendek bermotif bunga atau piyama. untuk celana panjang ada beberapa potong jeans dengan warna hitam, cokelat, biru tua, dan biru muda. lagi-lagi disusun berdasar warna.

saya merasa masih ada yang salah. mengelompokkan pakaian ini saya lakukan hampir selama satu jam. sampai akhirnya saya berdamai dengan 'kekurangan'. tutup lemari.

satu hari kiriman kaos yang dipesan mas jalang datang. sepertinya dia kurang puas. dengan barang yang telah dibelinya, begitu juga saya. 'ih gambarnya jelek bener, sablonannya begini, panjang kaosnya begitu, tapi bahannya enak sih..' dan seterusnya. lucu ketika melihatnya menggunakan kaos kepanjangan itu, kayak abege labil jaman sekarang, ditambah kaki-kaki -yang dibilangnya 'seksi'- dambaan abege itu. some girls envy him. he said that. and i think he's true.

setelah dia memakai kaos itu untuk pertama kali, saya belum melihatnya menggunakan kaos itu lagi sampai sekarang. dia belum menemukan penjahit kaos yang mampu membuatnya lebih 'layak' untuk dipakai.

kita tahu, kesempurnaan itu seringkali hanya membuat susah. tapi entah kenapa kita lebih memilih mengutamakan kesusahan itu untuk mendapatkan suatu kenyamanan. kenyamanan yang abstrak. tak dapat diukur.

lalu, seberapa pentingkah proses demi kenyamanan yang abstrak itu? hah. seringkali kita mengesampingkan proses, proses yang secara tidak sadar kita lakukan untuk mencapai 'kesempurnaan' yang kita inginkan. proses yang jelas-jelas dapat diukur dalam hitungan nilai ataupun waktu. kita melewatkannya.

sambi menulis posting ini saya menatap tiga rak buku dihadapan saya. ada perasaan risih. melihat buku-buku tertumpuk-tumpuk, tidak terkelompok (baik dalam jenis, pengarang ataupun judul), beberapa buku diatas galon, ada juga buku-buku yang berdebu dan lembab. oh. tangan saya mulai gatal untuk mengurus mereka.

pukul berapa ini? 01.15 pagi. haruskah?

15.12.10

balumbi

let's meet our new idol! give it up for CUUUUUPPPPLLLLIIIIITTTTTOOOOOOSSSSSSS! :p
perkenalkan, namanya Jalu, biasa kami panggil Cuplis, Balumbi, Cuplitos, et cetera ra ra.. he's 2yrs 3mts now. and he's a Virgo. just like me. :D he's mas jalang's 1st nephew. and also 1st kid and 1st grandchild in his family. (also just like me :D)















(pix taken w/ Nokia E63, Nikon FM series in LUCKY BW and Canon 400D)

saya: he's so cute, right? kayak gue. *lempar lemari* | mas jalang: (nyamber) kayak aku. *lempar buldoser*

5.12.10

tentang kehilangan rute

beberapa hari yang lalu saya baru sadar, kalau ternyata saya adalah orang yang aneh. *PLAK!* *KEMANA AJAAAA?*

bukan, bukan gitu, saya tau saya aneh, tapi aneh disini membahayakan. *HAH?*

saya memiliki kecenderungan untuk dapat dengan mudah melepaskan kebiasaan yang terus menerus saya lakukan. saya dapat secara tiba-tiba sekali tidak menyukai sesuatu hal yang pada awalnya amat saya sukai. nah lo. serem kan.

beberapa contoh kasus:
saat awal kuliah, saya selalu memesan minuman yang sama di kantin, Es Milo, si penjual sudah hafal benar. hal itu berlangsung hampir satu semester, sampai pada suatu hari, entah kenapa, saya tidak melakukan hal itu lagi. sampai si penjual bingung, kalau beli ketempatnya saya menolak ditawari Es Milo dan memilih menu lainnya.

ada satu ketika saya sangat sering meminjam film di rental. sampai pernah sekaligus meminjam belasan film sekaligus. hal ini tidak bertahan begitu lama, mungkin hanya beberapa bulan. setelah itu sampai sekarang saya tidak pernah meminjam suatu film pun.

atau saya pernah sangat sering sekali membeli suatu produk, apapun, sampai pada akhirnya saya benar-benar terputus dengan produk yang saya gunakan tersebut. dan lagi-lagi, tidak beralasan. tidak ada konflik. semisal saya complain terhadap produk tersebut atau bagaimana.

oke, kalau hal-hal diatas dapat dikatakan lumrah, atau biasa saja, bisa terjadi pada semua orang dengan tingkat kebosanan yang tinggi terhadap suatu penggunaan barang atau jasa. tapi masalahnya disini bahwa saya tidak bosan, saya hanya merasa tidak membutuhkan lagi. lalu bagaimana jika hal tersebut terjadi dalam sebuah hubungan sesama manusia?

misal, kamu begitu amat sangat sering berinteraksi dengan seseorang, sampai terasa tidak ada batas apapun diantara kalian. frekuensi bertemu, frekuensi berkomunikasi, frekuensi berkegiatan bersama sangatlah tinggi. sampai kalian benar-benar merasa 'nyaman' satu sama lain. tapi pada satu hari, ketika kamu bangun tidur, kamu menemukan bahwa tidak ada yang spesial dalam hubungan kalian.

semua flat. datar. tidak berasa.

semua rutinitas yang kalian lakukan setelah itu berubah menjadi sebuah paksaan, walau tidak ada satupun yang memaksa. semua hal yang kalian bicarakan terasa sudah pernah dibicarakan semua, sampai kamu merasa kehabisan topik bicara.

ya, saya pernah berada dalam hubungan seperti ini. tidak sekali. saya tidak mau menyebutkan berapa jumlah pastinya (yang memang tidak banyak). tapi jika saya bisa ingat itu, mungkin setelah menulis ini saya akan memiliki rasa bersalah Level 4 dan kemudian memilih menulis surat wasiat.

hal inilah yang membuat saya takut dalam membuat hubungan baru dengan orang. saya takut mereka kecewa. saya takut menjadi orang yang tidak pernah berhasil berhubungan dengan orang lain. saya takut setelah banyak hal yang saya buat bersama dengan orang lain, lagi-lagi saya dapat dengan mudah menghancurkan semuanya.

semuanya.

saya takut kemudian banyak orang yang berharap atau terlalu bergantung pada saya. karena itu..ya, saya dapat dengan mudah pergi dan mereka tidak dapat melakukan apa-apa kecuali mengutuki saya dan diri mereka sendiri. pada praktiknya, entah mengapa memang selalu banyak orang yang menaruh harap pada saya, untuk ini, untuk itu, untuk apa - apa, dan saya, saat saya bersama mereka, entah itu teman, sahabat, kekasih, atau apapun, saya memang berusaha sebaik dan sebisa mungkin memenuhi harapan mereka.

namun kemudian, harapan itu dipaksa berhenti di tengah jalan.

saya merasa ada yang salah, analoginya begini: ada satu rute yang tidak saya lewati ketika saya mencapai 'titik akhir'. misal saya berangkat dari A ke B lalu C, dari C saya bisa langsung berada pada titik F. maka, saya melewatkan rute D dan E.

jika dilihat dari rute yang saya lewati, kesimpulan pertama yang didapat adalah semua hal ini menjadi kesalahan saya. namun, ternyata masih ada rute yang terlewat yaitu D dan E, dimana rute yang terlewat ini adalah bagian dimana kita bisa tahu dengan jelas mengapa saya bisa berada di titik F.

rasanya tidak melewati rute D dan E bukanlah suatu masalah, namun justru itu yang menjadi masalah kemudian.

tapi disini saya juga tidak tahu mengapa saya tidak melewati rute tersebut. dan kemudian dengan kesadaran yang amat sangat sudah berada di garis finish. atau, sebenarnya saya memang melewati rute D dan E, tapi saya tidak sadar karena terlalu mabuk.

semoga saya tidak membuat banyak kesedihan bagi orang-orang yang sekarang saya kasihi. semoga.



haruskah saya menjadi kekasih yang hilang tanpa jejak seperti di foto ini? :D
(pic taken w/ Canon 400D)