26.4.10

PEMERIKSAAN SIM DAN STNK

Sebagai pengemudi yang baik, ada baiknya kita melengkapi surat-surat yang dibutuhkan untuk menjadi ‘sah’ berkendaraan. Sebut saja STNK atau kepanjangan dari Surat Tanda Nomor Kendaraan dan SIM atau Surat Ijin Mengemudi. Tapi kalau dilihat lagi, secara fisik STNK dan SIM itu tidak berbentuk surat, STNK sendiri terbuat dari kertas berbentuk persegi panjang berisi keterangan kendaraan dan kemudian dibungkus plastik, tidaklah bisa disebut surat, sedangkan SIM apalagi, dia terbuat dari kartu licin berukuran sekitar 6x5cm berisi data diri dan foto, juga tanda tangan kita, eh cap jempol juga ada deng. Sudah seharusnya SIM ini berganti nama menjadi KIM atau kepanjangan dari Kartu Ijin Mengemudi, dan bukannya SIM. Begitupula STNK, mungkin bisa diganti dengan LTNK atau Lampiran Tanda Nomor Kendaraan.

Sejak bisa menyetir sepeda motor secara ‘mahir’, yaitu sekitar tahun 2008, saya belum memiliki kartu yang disebut SIM tersebut. Maka tidaklah aneh jika saya langganan ‘nyetor’ polisi, baik dikala ada jadwal pemeriksaan ataupun karena terkadang saya menyetir dengan ‘ajaib’. Teman-teman disekitar saya pun agaknya aneh ketika saya belum memiliki SIM ketika usia saya hampir 18 tahun kala itu. Setiap liburan semester, orangtua saya selalu menyuruh pulang, selain untuk bisa ‘mengangen-ngangeni’ saya, alasan lainnya adalah: ayo buat SIM sana!. Sebenarnya, banyak alasan mengapa saya tidak kunjung memiliki SIM, alasan pertama adalah, saya baru bisa menyetir dengan baik setelah sepeda motor itu dianggurin 1 tahun dan baru saya (BERANI) pakai setelah ada insiden menggertak copet yang ketauan merogoh tas saya ketika di bis, alasan kedua adalah MEMBUAT SIM SECARA JUJUR ITU DIPERSULIT, dan alasan ketiga, saya akan durhaka bila meminta mobil.

Sampai pada suatu waktu, sekitar awal tahun 2010, saya kembali ke rumah orangtua saya, dengan tujuan: MEMBUAT SIM. Kata ibu saya yaa.. bisa dimudahkan begitu mbikinnya. Dan, TA-DA! Akhirnya, setelah penantian bertahun-tahun lamanya, saya memiliki kartu yang dapat menambah penuh dompet saya (tapi duitnya enggak).

Hampir empat bulan ini saya bebas berkeliaran dijalan (kadang tanpa bra dan celana dalam), menunggangi si Fabian (motor saya yang chubby dan namanya terdengar ‘so gay’), tapi empat bulan ini juga saya nggak pernah di razia. Dengan sengaja saya sering berkeliaran dijalan hanya untuk dirazia, tapi.. ketika ada razia selalu bukan saya yang menyetir, tapi teman saya. Maka, rencana saya pamer SIM baru pun terhalang. Sampai hari ini, sepulangnya saya dari arah selatan melewati daerah Kotabaru, dimana daerah stadion situ sering ada razia. Dan BENAR! Ada razia! Kontan saya girang bukan main. Tapi sayangnya, untuk mau dirazia, saya harus putar balik arah selatan lagi. Karena saya harus berpikir logis dan menghemat waktu untuk bertemu dengan orang lagi, maka saya mengurungkan niat saya untuk putar balik. Tapi saya sempat teriak: PAAAAAAAAAAAKKKK!! RAZIA SAYA DOOOOOOOOONG!!!

2 comments:

  1. HAHHAHHAHHAHHAHHA... km NYENTRIK. saat baca tulisan ini,kondisi badan saya sedang tidak oke alias meh gering. dan walhasil saya rodo seeger setelahnya. saya tebahak2 senidri di kantor FFD. nuwun :D

    long life, for you ;)

    ReplyDelete
  2. walah surrrrrrrrrrrrr.. lha itu aku mau puter balik di jalanan depan kantor FFD. HAHAHAHAHHAHAH

    ReplyDelete